Pagi itu, Muzni keluar rumah dengan mata berbinar karena ia baru saja memenangkan lomba catur tingkat RT. Namun, kebahagiaannya buyar ketika ia mendengar kabar dari tetangga bahwa kampung Pak De terbakar. Yang lebih aneh, menurut saksi mata, pelakunya adalah sekawanan ayam.
Muzni segera menelepon Yusuf, sahabatnya, yang selalu punya teori unik untuk setiap kejadian aneh. "Yusuf, kau harus datang ke sini! Kampung Pak De terbakar, dan katanya pelakunya ayam!"
Yusuf tiba dengan helm sepeda dan buku catatan di tangan, siap menjadi detektif dadakan. Ia memulai investigasinya di kandang ayam Pak De. "Lihat, Muzni, ayam-ayam ini punya sorot mata mencurigakan," kata Yusuf sambil menunjuk seekor ayam yang tampak menguap.
"Teori saya," lanjut Yusuf, "ayam-ayam ini mungkin dendam karena sering dimasak jadi ayam bakar. Mereka balas dendam dengan membakar kampung Pak De."
Muzni terdiam sejenak, mencoba mencerna logika absurd Yusuf. "Jadi, kau pikir ayam-ayam ini punya geng dan menyusun rencana jahat?"
"Ya, kita perlu menginterogasi mereka," jawab Yusuf serius.
Muzni mendekati ayam utama yang kelihatannya adalah pemimpin. "Hei, kalian ada dendam apa? Ngaku!" Ayam itu hanya menatapnya sambil mengepakkan sayap.
Ketika mereka kebingungan, datanglah seorang anak kecil yang membawa korek api. "Om, tadi aku main api di dekat kandang ayam. Apa itu penyebabnya?" katanya polos.
Muzni dan Yusuf saling pandang. "Jadi, semua ini cuma gara-gara anak kecil main api?" tanya Muzni dengan nada kecewa.
Namun, Yusuf, dengan gaya bijaknya, menepuk pundak Muzni. "Meskipun begitu, kita berhasil membongkar kasus ini. Kita tetap pahlawan."
Dan begitulah, kampung Pak De kembali tenang, meski ayam-ayam itu tetap jadi bahan gosip warga selama sebulan.
0 Komentar