DPR dan Rakyat: Jurang yang Semakin Menganga



YUSUF BATU SALU. - Di negeri yang katanya berlandaskan demokrasi, kita justru menyaksikan wajah yang kian jauh dari semangat reformasi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya menjadi "wakil rakyat," kini semakin sering tampil sebagai wakil kepentingan segelintir elit politik dan oligarki. Rakyat yang menitipkan suara justru dibuat kecewa, bahkan marah.

Dari ruang-ruang rapat mewah dengan pendingin udara dingin dan kursi empuk, banyak keputusan lahir tanpa mempertimbangkan jeritan masyarakat di luar pagar gedung parlemen. Di jalanan, rakyat berpanas-panasan, menanggung beban hidup yang kian berat. Sementara di Senayan, para wakil sibuk mengutak-atik aturan yang—anehnya—lebih sering melindungi kepentingan sendiri.

Legislasi yang Sarat Kepentingan

Kita masih ingat bagaimana UU Cipta Kerja dipaksakan dengan proses legislasi yang terburu-buru, penuh kritik, dan akhirnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Namun apa yang terjadi? Alih-alih memperbaiki, DPR justru mencari jalan pintas untuk tetap mengesahkan. Seolah suara rakyat hanyalah riuh rendah yang tidak patut dipertimbangkan.

Tak berhenti di situ, sejumlah rancangan undang-undang lain justru menimbulkan tanda tanya besar. Dari RUU KUHP dengan pasal-pasal karet yang bisa membungkam kebebasan berpendapat, hingga aturan-aturan yang justru berpotensi menyulitkan rakyat kecil. Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang diwakili oleh DPR?

Gaya Hidup Elit di Tengah Rakyat yang Sengsara

Lebih menyakitkan lagi ketika rakyat disuguhi potret gaya hidup para wakil rakyat. Mobil dinas baru, anggaran perjalanan fantastis, renovasi ruang rapat miliaran rupiah, hingga fasilitas mewah lainnya. Semua dibiayai dari pajak rakyat yang tiap hari harus memutar otak agar dapur tetap mengepul.

Sementara itu, di pelosok negeri, masih banyak sekolah yang ambruk, rumah sakit yang kekurangan fasilitas, dan jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Ironi ini menampar logika sehat: apakah benar mereka layak disebut wakil rakyat?

Benturan di Jalanan: Rakyat vs Rakyat

Ketidakpuasan ini akhirnya melahirkan protes besar-besaran. Demonstrasi terjadi di banyak kota, melibatkan mahasiswa, buruh, pelajar, hingga masyarakat sipil. Sayangnya, setiap kali rakyat turun ke jalan, jawaban dari penguasa hanyalah gas air mata, pentungan, dan tuduhan “anarkis.”

Padahal, yang lebih anarkis sesungguhnya adalah ketika DPR dengan santai merampas hak-hak rakyat lewat kebijakan yang tidak adil. Yang lebih brutal adalah ketika jeritan rakyat diabaikan, seolah suara mayoritas hanya gangguan belaka.

Kegagalan Moral dan Krisis Kepercayaan

Kini, krisis kepercayaan terhadap DPR berada di titik nadir. Survei demi survei menunjukkan DPR adalah salah satu lembaga dengan tingkat kepercayaan publik terendah. Rakyat semakin muak. Kata "wakil rakyat" terdengar bagai lelucon pahit, sebab yang mereka wakili bukanlah suara rakyat kecil, melainkan kepentingan partai, pengusaha, atau kelompok tertentu.

Inilah kegagalan moral terbesar: DPR tidak lagi menjadi rumah rakyat, melainkan pasar transaksi kepentingan.

Apa yang Paling Tidak Masuk Akal?

Yang paling mencengangkan, DPR kerap mengalihkan isu. Alih-alih memperdebatkan solusi untuk kemiskinan, pengangguran, atau ketidakadilan sosial, mereka sibuk membicarakan hal-hal yang tidak menyentuh kebutuhan rakyat secara langsung. Bahkan ada wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu, sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan semangat demokrasi.

Apakah ini bukan bentuk nyata bahwa akal sehat sudah lama ditinggalkan di Senayan?

Penutup: Saatnya Rakyat Menagih Janji

Rakyat Indonesia bukanlah pion catur yang bisa dipindah sesuka hati. Kemarahan di jalanan adalah konsekuensi dari pengkhianatan politik yang terus berulang. Kekacauan bukanlah keinginan rakyat, melainkan akibat dari kebijakan yang buta hati dan tuli telinga.

Jika DPR masih terus berjalan di jalur yang sama, jangan salahkan rakyat ketika kepercayaan sepenuhnya hilang. Jangan salahkan rakyat ketika amarah meledak. Karena sejatinya, kekuasaan yang dipakai untuk mengkhianati rakyat hanyalah menyiapkan kuburannya sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar